Senin, 16 November 2015

RESUME SOSIOLOGI PERTANIAN MODUL 8 & MODUL 9

MODUL 8
KELEMBAGAAN PENDUKUNG BAGI PENGEMBANGAN
AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

Pendahuluan
            Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian nasional terutama terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja, dan devisa negara. terbentuknya WTO dan adanya kesepakatan Negara-negara kawasan seperti AFTA (2003), APEC (2020), NAFTA, MEE dan sebagainya, memakasa Indonesia untuk mengubah secara terencana wajah pertanian dari corak subsistem atau tradisional menjadi pertanian yang maju, efisien, dan tangguh. Corak pertanian seperti ini menuntut efisiensi yang tinggi, berorientasi pasar dan mampu bersaing di bidang mutu (quality), jumlah (quantity), kontinuitas (continuity), ketepatan waktu (delivery on time) dan harga (price) baik di pasar dalam negeri (domestic) maupun di pasar internasional (export). Supaya roda pembangunan serta pemberdayaan perekonomian dapat berjalan maka dilakukan reformasi di sektor pertanian yang merupakan pembaharuan secara berkesinambungan di semua aspek pembangunan, meliputi kebijaksanaan, pelaksanaan dan program dalam berbagai bidang seperti penyediaan dan penyaluran saprodi, dukungan kelembagaan dan permodalan serta pengolahan dan pemasaran hasil. Selain itu juga untuk mendukung program demokratisasi dalam pembangunan pertanian melalui langkah revitalisasi kelembagaan dan aparat pertanian, privatisasi, dan percepatan pelaksanaan otonomi di bidang pertanian dengan memperkuat dan menata kembali kelembagaan dan komponen penggerak sistem agribisnis yang dinamis.
Sistem Agribisnis
            Perubahan dari pertanian yang berbasis sumberdaya hayati dan sekedar untuk pertanian primer menjadi pertanian modern karena adanya proses industrialisasi. Sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian primer, mencakup paling sedikit empat subsistem yaitu sub sistem hulu (produksi input pertanian), Subsistem usaha tani atau on farm, Subsistem hilir (pengolahan hasil subsistem usaha tani dan perdagangannya), serta subsistem jasa layanan pendukung (seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan, layanan informasi agribisnis, penelitian dan sebagainya). Sektor agribisnis mencakup pertanian keluarga sampai skala usaha tani di tingkat nasional, kemudian dari sector industry hingga seluruh jaringan sistem pertanian, mulai dari pengorganisasian produksi hingga pendistribusian hasil produksi.
Sistem agribisnis sangat memerlukan dukungan dari kelembagaan yang terpadu, sistematis, dan berfungsi secara efisien dalam subsistem saran produksi, usaha tani / produksi, pasca panen dan pengolahan serta pemasaran hasil. Oleh karena itu pemberdayaan kelembagaan menuju bangun kelembagaan agribisnis yang tangguh merupakan salah satu strategi dalam pembangunan agribisnis. Ketangguhan kelembagaan semacam ini menjadi syarat mutlak bagi pelaku-pelaku pertanian untuk mampu mengapresiasikan jati dirinya dalam era persaingan mendatang.
Keragaan dan Peranan Kelembagaan Agribisnis
            Kelembagaan adalah berupa tradisi baru maupun pranata baru yang cocok dengan tuntutan industrialisasi atau organisasi yang mampu menghasilkan ragam produk yang dapat memanfaatkan dan mengembangkan keunggulan komparatif atau keunggulan kompetitif. Berikut ini merupakan kelembagaan yang terkait dalam sistem agribisnis.
1.      Kelembagaan sarana produksi
Kelembagaan sarana produksi merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi. Kelembagaan ini pada umumnya melakukan usaha dalam produksi, perdagangan/ pemasaran saran produksi seperti pupuk, pestisida, dan benih/ bibit tanaman yang diperlukan petani.
a.      Produsen Saprodi
Kelembagaan saran produksi ini ada yang berfungsi sebagai produsen atau perusahaan yang bergerak di bidang industri pupuk.
b.      Distributor / penyalur saprodi
c.       Asosiasi
d.      Kelembagaan usaha tani/produksi.

2.      Kelembagaan Usaha Tani/ Produksi
Kelembagaan agribinis disini meliputi 1) Rumah Tangga petani sebagai unit usaha terkecil di bidang tanaman pangan dan hortikultura;2) kelembagaan tani dalam bentuk kelompok tani, dan 3) kelembagaan usaha dalam bentuk perusahaan budidaya tanaman pangan dan holtikultura.
3.      Keragaan dan Peranan Kelembagaan Agribisnis
-          Kelembagaan sarana produksi
kelembagaan ini merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi seperti : BUMN, Koperasi Unit Desa (KUD) dan usaha perdagangan swasta. Pada umunya kelembagaan ini melakukan usaha dalam produksi, perdagangan/pemasaran produksi.
1)      Produsen saprodi => berfungsi sebagai produsen seperti perusahaan pupuk dan benih.
2)      Distributor/penyalur saprodi => bergerak di bidang distribusi/penyaluran sarana produksi seperti BUMN maupun swasta dan koperasi.
3)      Asosiasi => sebagai pengkoordinator kegiatan baik di bidang produksi maupun distribusi sarana produksi,
-          Kelembagaan usaha tani/produksi
Kelembagaan ini meliputi : 1) Rumah Tangga petani sebagai unit usaha terkecil di bidang tanaman pangan dan hortikultura;2) kelembagaan tani dalam bentuk kelompok tani, dan 3) kelembagaan usaha dalam bentuk perusahaan budidaya tanaman pangan dan holtikultura. Kelompok tani sebagai bentuk kelembagaan yang lebih maju dan terorganisasi, berfungsi sebagai : 1) wadah berproduksi, 2) wahana kerjasama antar anggota kelompok tani, dan 3) kelas belajar di antara petani/ anggota kelompok tani.
Sedangkan kelembagaan usaha budidaya tanaman pangan dan holtikultura berwujud perusahaan budidaya murni atau perusahaan budidaya terpadu dengan pengolahan. Pengolahan ini dilakukan melalui investasi berupa penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA) sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang No 11 tahun 1970 untuk PMA dan Undang-undang no. 6 yahun 1968 jo. Undang-undang no 12 tahun 1972 untuk PMDN. Ada lagi investasi di luar ktentuan terssebut yang dilakukan oleh pengusaha dalam negeri
-          Kelembagaan Pasca Panen Dan Pengolahan Hasil
Kelembagaan yang terkait dengan pasca panen dan pengolahan hasil ini dapat dibedakan antara lain : 1) kelembagaan yang melakukan usaha di bidang pasca panen meliputi : usaha perontokan, seperti usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) power thresher dan corn sheller, usaha pelayanan jasa alsintan pengeringan dengan alsin dryer, usaha pelayanan jasa alsintan panen dengan reaper, usaha pengemasan sortasi grading yang dilakukan oleh pedagang dan sebagainya; 2) kelembagaan usaha di bidang pengolahan (agroindustri), 3) kelembagaan lumbung desa yang berperan untuk mengatasi masalah pangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan pangan yang sangat mendesak, di mana ketersediaan pangan tidak mencukupi sementara untuk memperolehnya masyarakat relative tidak memiliki daya beli.
-          Kelembagaan Pemasaran Hasil
Kelembagaan pemasaran meliputi kelembagaan yang terkait dalam sistem tata niaga hasil pertanian sejak lepas dari produsen ke konsumen. Dapat berupa pedagang pengumpul, pedagang antar daerah, pedagang grosir, dan pedagang pengecer ke konsumen. Selain dari kelembagaan pemasaran tersebut di atas terdapat pula asosiasi pemasaran hasil tanaman pangan dan holtikultura yang terdiri dari : 1) asosiasi bunga Indonesia yang meliputi 23 perusahaan, 2) asosiasi pemasaran holtikultura yang merupakan gabungan dari 13 pengusaha yang melakukan pemasaran baik dalam negeri maupun luar negeri, 3) asosiasi eksportir holtikultura yang terdiri dari 17 perusahaan eksportir, 4) gabungan perusahaan makanan ternak (GPMT) merupakan gabungan beberapa perusahaan makanan ternak yang melakukan kegiatan pemasaran dalam negeri dan impor, 5) asosiasi tepung tapioca Indonesia (ATTI) yang melakukan kegiatan produksi tepung tapioca dan pemasaran baik di dalam maupun luar negeri.
-          Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung
1)      Kelembagaan di bidang permodalan
Kelembagaan ini sebagai penyedia modal bagi sector agribisnis yang terdiri atas antara lain perbankan, Dana Ventura, maupun dana dari penyisihan keuntungan BUMN.
2)      Kelembagaan di bidang penyedia alsintan
Kelembagaan ini berupa perusahaan/industry pembuatan dan perakitan alsintan. Harapan dari adanya kelembagaan ini adalah dapat berperan serta dalam mendukung upaya pengembangan UPJA di daerah. Akan tetapi, dari 335 perbengkelan yang telah di bina belum semua berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
3)      Kelembagaan aparatur
Kelembagaan ini ada yang mempunyai fungsi pelayanan/penyuluhan adalah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang tersebar di seluruh Indonesia.  Kemudian ada yang memiliki fungsi pengaturan dan pembinaan antara lain adalah organisasi pemerintah baik di pusat (Deptan dan instansi lintas sektor terkait dalam pengembangan agribisnis) dan tingkat provinsi (Kanwil Pertanian dan instansi terkait serta dinas pertanian dan instansi terkait di tingkat kabupaten.

Permasalahan dan Kelembagaan Agribisnis
-          Kebijaksanaan kurang mendukung
Hal ini disebabkak oleh sikap kebijakan yang terlalu jauh masuk dalam kelembagaan agribisnis, sehingga membatasi ruang gerak bisnis. Kemudian banyak kebijaksanaan yang mendorong kearah terjadinya”monopoli” serta perizinannya terlalu birokratis.
-          Masalah intern kelembagaan
1)      Kelembagaan sarana produksi
Kelemahannya terletak pada penyediaan dan penyaluran sarana produksi yang dilakukan oleh KUD maupun penyediaan benih/bibit. Hal ini mengakibatkan prinsip enam tepat yaitu tepat jenis, jumlah, waktu, lokasi, harga dan mutu sarana produksi sering tidak tercapai.
2)      Kelembagaan usaha tani/produksi
Masalah yang menonjol dalam usaha tani ialah rendahnya tingkat pendidikan petani selaku pelaku agribisnis.
3)      Kelembagaan pasca panen
Masalah yang dihadapi antara lain masalah teknologi yang terkait dengan alsin, permodalan, dan menejemen usaha.
4)      Kelembagaan pemasaran
Permasalahan kelembagaan pemasaran yakni mengenai efisiensi pemasaran yang rendah karena panjangnya rantai pemasaran dan biaya transportasi yang tinggi sehingga biaya pemasaran menjadi tinggi, fluktuasi harga yang besar, permodalan usaha, serta keterampilan manajemen di bidang usaha pemasaran hasil yang masih rendah.
5)      Kelembagaan jasa layanan pendukung
Kelembagaan ini mempunyai hambata karena banyak skema-skema kredit yang disediakan pemerintah di bidang agribisnis belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sedangkan masalah pokoknya: skema tersebut belum memasyarakat dan prosedur untuk mendapatkan kredit masih dianggap belum sederhana.

Memperkuat Kelembagaan Agribisnis
Arah kebijaksanaan untuk memperkuat kelembagaan agribisnis adalah :
1)      a) peningkatan efisisensi penyaluran saprodi, b) menghilangkan praktek monopoli baik di dalam pengadaan maupun penyaluran saprodi oleh kelembagaan tertentu, c) serta pengawasan mutu saprodi secara ketat di lapangan.
2)      a) secara sungguh-sungguh, terencana dan terkoordinasi dalam meningkatkan kemampuan kelompok tani, b) meningkatkan kepemimpinan tani baik dalam mengelola unit usaha secara mandiri, maupun secara berkelompok, c) membina kader-kader tani berupa pemuda-pemuda tani sebagai kader penerus usaha tani, d) meningkatkan peranan wanita tani baik dalam mengelola usaha tani keluarga maupun dalam mengembangkan agroindustri pedesaan e) meningkatkan peranan kelompok tani sebagai unit usaha bersama, di mana peranannya diarahkan juga pada penanganan pasca panen, perbaikan mutu hasil dan pemasaran bersama.
3)      a) memperkuat kelembagaan yang mendorong tumbuhnya usaha lepas panen pedesaan ( ULP2) dalam ujud agroindustri pedesaan dalam skala kecil-menengah, b) meningkatkan nilai tambah hasil panen pedesaan, baik untuk konsumsi langsung maupun untuk bahan baku agroindustri dan c) mengembangkan diversifikasi produk sebagai upaya penanggulangan kelebihan produksi atau kelangkaan permintaan pada periode tertentu.
4)      a) agar lembaga-lembaga pemasaran yang ada lebih berfungsi untuk memperlancar pemasaran baik domestik maupun ekspor, meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani serta memperlancar arus informasi pasar pertanian, b) agar lembaga-lembaga pemasaran lebih berperan dalam meningkatkan daya saing ekonomi komoditi pertanian, memperlancar arus pemasaran dan mengurangi biaya-biaya transaksi pemasaran, c) agar kelembagaan dapat berfungsi untuk memperbaiki struktur pasar.
5)      Kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam penyelenggaraan penyuluhan akibat kebijaksanaan yang sering berubah-ubah harus dibenahi. Tampaknya pembenahan, penataan, reposisi dan revitalisasi peranan BPP dan penyuluh di tingkat kecamatan merupakan hal yang mendesak dalam rangka memperkuat kelembagaan agribisnis di pedesaan.
-          Konsolidasi Kelembagaan
Agar kelembagaan menjadi kokoh dan tangguh, ada 3 sasaran pokok konsolidsi elembagaan, yakni: 1) inventarisasi dan identifikasi kelembagaan agribisnis, 2) memperkuat organisasi dan managemen usaha, 3) peningkatan mutu sumber daya manusia, 4) dukungan permodalan.

Penutup

Kelembagaan memiliki peran penting dalam memperkuat sistem agribisnis. Maka dari itu harus benar—benar diperhatikan terutama pada jaringan agribisnis hulu hingga hilir. (Rifkha Zulvani / 155040100111015)

ANDRI SAPUTRO KELAS A AGRIBISNIS 155040100111016
Kelembagaan Pendukung Bagi Pengembangan
Agribisnis  Tanaman Pangan dan Hortikultura

1.   Sistem Agribisnis
Berlangsungnya proses industrialisasi telah mengubah kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya hayati dari pertanian primer ke sektor agribisnis yang mencakup “… the sun total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production activities on the farm, storage, processing and distribution of farm commodities and items for them…”. mencakup paling sedikit empat subsistem yaitu :
1)    Subsistem agribisnis hulu (Up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/ benih, alat dan mesin pertanian, dll).
2)    Subsistem usaha tani (on farm agribusiness) disebut sebagai sektor pertanian primer.
3)    Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestic internasional.
4)    Subsistem jasa layanan pendukung (supporting institution) seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan, layanan informasi agribisnis, penelitian dan sebagainya.
Dalam struktur perekonomian nasional, sektor agribisnis memiliki jangkauan dan ruang gerak yang sangat luas yaitu dari skala usaha tani yang dikelola keluarga sampai dengan skala usaha tani di tingkat nasional.
Secara konseptional sistem agribisnis adalah  semua aktivitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran saran produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri, yang saling terkait satu sama lain.
Dengan demikian berbagai subsistem yaitu :
1)   Subsistem pengadaan atau penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya manusia.
2)   Subsistem budidaya dan usaha tani
3)   Subsistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustri
4)   Subsistem pemasaran hasil pertanian.
2.   Keragaan dan Peranan Kelembagaan Agribisnis
kelembagaan adalah berupa tradisi baru maupun pranata baru yang cocok dengan tuntutan industrialisasi atau organisasi yang mampu menghasilkan ragam produk yang dapat memanfaatkan dan mengembangkan keunggulan komparatif atau keunggulan kompetitif.
Bentuk-bentuk kelembagaan yang terkait dalam sistem agribisnis.
v  Kelembagaan sarana produksi
Kelembagaan sarana produksi merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi seperti : BUMN
1)      Produsen Saprodi
Kelembagaan saran produksi ini ada yang berfungsi sebagai produsen atau perusahaan yang bergerak di bidang industri pupuk seperti PT Pusri, PT Pupuk Kujang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kaltim dan sebagainya.
2)      Distributor / penyalur saprodi
Kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang distribusi/ penyaluran sarana produksi ini cukup banyak jumlahnya, baik yang berstatus sebagai perusahaan BUMN maupun swasta dan koperasi / KUD. Kelembagaan ini tersebar di sentra-sentra produksi tanaman pangan dan holtikultura di daerah.
3)      Asosiasi
Untuk mengkoordinasikan kegiatan baik di bidang produksi maupun distribusi sarana produksi, contohnya ada asosiasi produsen pupuk Indonesia (APPI) yang meliputi produsen pupuk perusahaan BUMN, sedang di bidang ekspor/impor ada asosiasi niaga pupuk Indonesia (ANPI) yang merupakan wadah bagi eksportir/importir pupuk.
v  Kelembagaan Usaha Tani/ Produksi
Kelembagaan agribisnis yang bergerak di bidang usaha tani/produksi meliputi : 1) Rumah Tangga petani sebagai unit usaha terkecil di bidang tanaman pangan dan hortikultura;2) kelembagaan tani dalam bentuk kelompok tani, dan 3) kelembagaan usaha dalam bentuk perusahaan budidaya tanaman pangan dan holtikultura.
Kelompok tani sebagai bentuk kelembagaan yang lebih maju dan terorganisasi, berfungsi sebagai : 1) wadah berproduksi, 2) wahana kerjasama antar anggota kelompok tani, dan 3) kelas belajar di antara petani/ anggota kelompok tani.

v  Kelembagaan Pasca Panen Dan Pengolahan Hasil
Kelembagaan yang terkait dengan pasca panen dan pengolahan hasil ini dapat dibedakan antara lain : 1) kelembagaan yang melakukan usaha di bidang pasca panen meliputi : usaha perontokan, pengeringan, panen dengan reaper, usaha pengemasan sortasi grading yang dilakukan oleh pedagang dan sebagainya; 2) kelembagaan usaha di bidang pengolahan (agroindustri).
v  Kelembagaan Pemasaran Hasil
Kelembagaan pemasaran meliputi kelembagaan yang terkait dalam sistem tata niaga hasil pertanian sejak lepas dari produsen ke konsumen. Kelembagaan tersebut dapat berupa pedagang pengumpul yang ada di daerah produsen (kabupaten/kecamatan), pedagang antar daerah yang berada di kabupaten dan provinsi, dan pedagang grosir.
v  Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung
Di dalam sistem agribisnis terdapat pula subsistem jasa layanan pendukung dengan berbagai kelembagaan yang sangat berbeda fungsinya antara lain :
1) Kelembagaan di Bidang Permodalan
Kelembagaan permodalan ini menyediakan modal bagi sektor agribisnis baik berbasis komersial murni maupun menyalurkan kredit program yang di skemakan oleh pemerintah.
2) Kelembagaan di Bidang Penyediaan Alsintan
Wujud kelembagaan ini berupa perusahaan/ industri pembuatan dan perakitan alsintan baik skala besar maupun skala menengah dan kecil, termasuk usaha perbengkelan yang melakukan perakitan dan pembuat alsintan sederhana yang tersebar di daerah-daerah.
3) Kelembagaan Aparatur
3.      Permasalahan dan Kelembagaan Agribisnis
Apabila ditelusuri lebih jauh lambatnya perkembangan agribisnis tanaman pangan dan holtikultura disebabkan antara lain :
v  Kebijaksanaan kurang mendukung
v   Masalah intern kelembagaan
kelembagaan yang kinerjanya rendah sebagai berikut :
1) Kelembagaan sarana produksi
2) Kelembagaan Usaha Tani/ Produksi
3) Kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil
4) Kelembagaan Pemasaran
5) Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung
4.      Memperkuat Kelembagaan Agribisnis
v  Arah kebijaksanaan
Arah kebijaksanaan untuk memperkuat kelembagaan agribisnis adalah :
1) Dalam upaya memperkuat kelembagaan saran produksi kebijaksanaan diarahkan pada : a) peningkatan efisisensi penyaluran saprodi, b) menghilangkan praktek monopoli baik di dalam pengadaan maupun penyaluran saprodi oleh kelembagaan tertentu, c) serta pengawasan mutu saprodi secara ketat di lapangan.
2) Pemberdayaan kelembagaan petani sebagai unit usaha terkecil dengan kelembagaan kelompok tani perlu diarahkan.
3)  Dalam upaya membangun pertanian modern berbasis pedesaan, pengembanagn kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil hendaknya diarahkan untuk a) memperkuat kelembagaan yang mendorong tumbuhnya usaha lepas panen pedesaan ( ULP2) dalam ujud agroindustri pedesaan dalam skala kecil-menengah, b) meningkatkan nilai tambah hasil panen pedesaan, baik untuk konsumsi langsung maupun untuk bahan baku agroindustri dan c) mengembangkan diversifikasi produk sebagai upaya penanggulangan kelebihan produksi atau kelangkaan permintaan pada periode tertentu.
4) Pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan pemasaran diarahkan : a) agar lembaga-lembaga pemasaran yang ada lebih berfungsi untuk memperlancar pemasaran baik domestik maupun ekspor, meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani serta memperlancar arus informasi pasar pertanian, b) agar lembaga-lembaga pemasaran lebih berperan dalam meningkatkan daya saing ekonomi komoditi pertanian, memperlancar arus pemasaran dan mengurangi biaya-biaya transaksi pemasaran, c) agar kelembagaan dapat berfungsi untuk memperbaiki struktur pasar, mengurangi ketidaksempurnaan pasar, mencegah terjadinya monopsoni/ monopoli untuk pasar-pasar hasil pertanian.
5) Ditemukannya teknologi baru, seperti bioteknologi dsb. 
.
Konsolidasi Kelembagaan
Untuk memperkuat kelembagaan agribisnis, terutama di pedesaan agar menjadi kelembagaan yang kokoh dan tangguh serta tertata dalam suatu jaringan agribisnis terpadu, ada 3 sasaran pokok konsolidasi kelembagaan yaitu : 1) inventarisasi dan identifikasi kelembagaan agribisnis, 2) memperkuat organisasi dan managemen usaha, 3) peningkatan mutu sumber daya manusia, 4) dukungan permodalan.
 
KELEMBAGAAN PENDUKUNG BAGI PENGEMBANGAN
AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

1. Pendahuluan
Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian nasionl karena ditengah kondisi ekonomi yang krisis ini, sektor pertanian mampu menggerakkan roda prmbangunan serta memberdayakan perekonomian rakyat di perdesaan.
Reformasi di sektor pertanian merupakan pembaharuan secara berkesinambungan di semua aspek pembangunan. Reformasi yang dimaksudkan untuk mendukung program demokratisasi dalam pembangunan pertanian melalui langkah revitalisasi kelembagaan dan aparat pertanian, privatisasi, dan percepatan pelaksanaan otonomi di bidang pertanian. Wujud dari reformasi ini adalah memperkuat dan menata kembali kelembagaan yang mendukung komponen penggerak dalam sistem agribisnis yang dinamis.
2. Sistem Agribisnis
Sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian primer mencakup empat subsistem :
1) Subsistem agribisnis hulu
2) Subsistem usaha tani
3) subsistem agribisnis hilir
4) subsistem jasa layanan pendukung
Dengan pendekatan sistem tersebut, orientasi pembangunan pertanian mencakup seluruh aspek didalam sistem agribisnis yang dikakukan secara terpadu, dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkunganhidup.
3. Keragaan dan Peranan Kelembagaan Agribisnis
Kelembagaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan agribisnis. Berikut berbagai bentuk kelembagaan yang terkait dalam sistem agribisnis.
v  Kelembagaan  sarana produksi
kelembagaan sarana produksi merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi yang melakukan usaha dalam perdagangan/pemasaran saran produksi.
1.      produsen Saprodi
kelembagaan ini berfungsi sebagai produsen atau perusahaan yang bergerakdi bidang industri pupuk,peptisida, maupun benih baik dari perusahaan pemerintah maupun swasta.
2. Distributor / penyalur saprodi
Ditingkat pedesaan kelembagaan ini berwujud sebagai kios-kios sarana produksi dan tempat pelayanan koperasi (TPK) yang berfungsi sebagai pengecer sarana produksi langsung kepada petani selaku konsumen.
3. Asosiasi
Untuk mengkoordinasikan kegiatan baik di bidang produksi maupun distribusi sarana produksi. Dibidang produksi ada asosiasi produsen pupuk Indonesia, sedang di bidang ekspor/impor ada asosiasi niaga pupuk Indonesia.

v  Kelembagaan Usaha Tani/Produksi
Kelembagaan agribisnis yng bergerak dibidng usaha tani meliputi :
1)      Rumah tangga petani sebagai unit usaha terkecil di bidang tanaman pangan dan holtikultura
2)      Kelembagaan tani dalam bentuk kelompok tani, dan
3)      Kelembagaan usaha dalam bentuk perusahaan budidaya tanaman pangan dan holtikultura
Kelembagaan non-formal seperti unit-unit usaha tani dalam bentuk rumah tangga petani maupun
        kelompok tani melaksanakan fungsi agribisnis sebagai :
1)      Wadah berproduksi
2)      Wahana kerjasama antar anggota kelompok tani
3)      Kelas belajar diantara petani/kelompok tani
v  Kelembagaan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil
Kelembagaan ini dapat dibedakan antara lain:
1)      Kelembagaan yang melakukan usaha di bidang pasca panen meliputi : usaha perontokan, usaha pelayanan jasa
2)      Kelembagaan usaha di bidang pengolahan(agroindustri)
3)      Kelembagaan lumbung desa yang berperan untuk mengatasi masalah pangan
v  Kelembagaan Pemasaran Hasil
Kelembagaan pemasaran meliputi kelembagaan yang terkait dalam sistem tata niaga hasil pertanian sejak lepas dari produsen ke konsumen. Selain dari kelembagaan pemasaran terdapat juga asosiasi pemasaran hasil tanaman pangan dan holtikultura yang terdiri dari :
1)      Asosiasi bunga indonesia yang meliputi 23 perusahaan
2)      Asosiasi pemasaran holtikultura yang merupakan gabungan dari 13 pengusaha
3)      Asosiasi eksportir holtikultura yang terdiri dari 17 perusahaan eksportir
4)      Gabungan perusahaan makanan ternak
5)      Asosisasi tepung tapioca Indonesia(ATTI)
v  Kelembagaan jasa layanan pendukung

Kelembagaan jasa layanan pendukung dalam bidang agribisnis yang dianggap penting, antara lain:
1)      Kelembagaan di Bidang pemodalan
Kelembagaan ini menyediakan modal bagi sector agribisnis yang diskemakan olehpemerintah baik berbasis komersial mumu maupun kredit program.
2)      Kelembagaan di Bidang penyediaan Alsintan
Kelembagaan di Bidang penyediaan alsintan diharapkan dapat berperan dalammendukung upaya pengembangan UPJA di daerah melalui usaha pelayanan jasa.
3)      Kelembagaan Aparatur
a)      Kelembagaan aparatur yang melaksanakan fungsi pelayanan / penyuluhan adalah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP).
b) Kelembagaan aparatur yang memiliki fungsi pengaturan dan pembinaan adalah organisasi pemerintah baik di pusat maupun di provinsi.
4. Permasalahan dan Kelembagaan Agribisnis
Kebijkasanaan pemerintah dalam membangun kelembagaan agribisnis telah banyak mendorong tumbuhnya industry baik di BUMN, swasta maupun koperasi. Namun, sector pertanian yang tumbuh agak lamban terutama agribisnis tanaman pangan dan holtikultura yang disebabkan antara lain:
v  Kebijaksanaan kurang mendukung
Kebijaksanaan pemerintah yang menumbuhkan kelembagaan melalui Top-down policy tampaknya belum dapat menghasilkan kelembagaan agribisnis yang kuat dan mandiri yang dapat dilihat dari intervensi pemerintah yang membatasi ruang gerak agribisnis yang dilakukan oleh lembaga yan bersangkutan. Selain itu kebijaksanaan di bidang perizinan masih terkesan birokratis dan “over regulated”.
v  Masalah intern kelembagaan
Ada beberapa kelembagaan yang kinerjanya rendah sebagai berikut:
1)      Kelembagaan sarana produksi
2)      Kelembagaan usaha tani
3)      Kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil
4)      Kelembagaan pemasaran
5)      Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung

1.      Memperkuat Kelembagaan Agribisnis
v  Arah kebijaksanaan
Arah kebijaksanaan untuk memperkuat kelembagaan agribisnis adalah :
1) memperkuat kelembagaan saran produksi
2)pemberdayaan kelembagaan petani sebagai unit usaha terkecil dengan kelembagaan kelompok tani
3) dalam upaya membangun pertanian modern berbasis pedesaan
4)pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan pemasaran diarahkan
5) kelembagaan jasa layanan pendukung dalam system agribisnis

v  Konsolidasi kelembagaan
Sasaran konsolidasi kelembagaan:
1)      inventarisasi dan identifikasi kelembagaan agribisnis
untuk mmengetahui keadaan dan kemampuan riil dari kelembagaan usaha agribisnis
2)      memperkuat organisasi dan managemen usaha
dilakukan sejalan dengan upaya peningkatan mutu SDM
3)      peningkatan mutu sumberdaya manusia
untuk memperkuat kelembagaan agribisnis  agar mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam bidang teknis, bisnis, maupun manajemen usaha.
4)      dukungan permodalan yang sebagai unit usaha.
6. penutup
Agar peranan kelembagaan menjadi sangat berarti maka pemberdayaan kelembagaan bagi pengembangan agribisnis merupakan keharusan. Upaya pemberdayaan meliputi konsolidasi, penataan, pembenahan dalam rangka reformasi baik di bidang kebijaksanaan maupun operasional. (Tiurmaulina Br sianturi / 155040100111018)

Kelembagaan Pendukung Bagi Pengembangan
Agribisnis  Tanaman Pangan dan Hortikultura
1.      Pendahuluan
Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian nasional. Peran tersebut pada PJP I cukup dominan terutama dalam hal sumbangan terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja dan devisa negara.
Untuk menghadapi tantangan pasar global yang semakin ketat dan kompleks Indonesia tidak mempunyai pilihan selain mengubah secara terencana wajah pertanian dari corak subsistem atau tradisional menjadi pertanian yang maju, efisien dan tangguh sebagai  wujud pertanian modern yang berdaya saing tinggi.
Corak pertanian tersebut menuntut efisiensi yang tinggi, berorientasi pasar dan mampu bersaing di bidang mutu (quality), jumlah (quantity), kontinuitas (continuity), ketepatan waktu (delivery on time) dan harga (price) baik di pasar dalam negeri (domestic)  maupun di pasar internasional (export).
Di tengah kondisi krisis ekonomi dewasa ini, upaya untuk mewujudkan sistem pertanian modern ini terus dilaksanakan agar sektor ini tetap menjadi andalan pembangunan ekonomi nasional.
Untuk itu maka diperlukan reformasi di sektor pertanian yaitu dengan pembaharuan secara berkesinambungan di semua aspek pembangunan, yakni kebijaksanaan, pelaksanaan dan program dalam berbagai bidang seperti penyediaan dan penyaluran saprodi, dukungan kelembagaan dan permodalan serta pengolahan dan pemasaran hasil.
Reformasi pertanian bertujuan untuk mendukung program demokratisasi dalam pembangunan pertanian melalui langkah revitalisasi kelembagaan dan aparat pertanian, privatisasi, dan percepatan pelaksanaan otonomi di bidang pertanian.
2.   Sistem Agribisnis
Sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian primer, memiliki empat subsistem yaitu :
1)    Subsistem agribisnis hulu (Up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi pertanian primer.
2)    Subsistem usaha tani (on farm agribusiness)  yang disebut sebagai sektor pertanian primer.
3)    Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan.
4)   Subsistem jasa layanan pendukung (supporting institution) seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, dll
Dalam struktur perekonomian nasional, sektor agribisnis memiliki jangkauan dan ruang gerak yang sangat luas yaitu dari skala usaha tani yang dikelola keluarga sampai dengan skala usaha tani di tingkat nasional. Selain itu, agribisnis juga mencakup keterkaitannya antara sektor pertanian dengan sektor industri hingga seluruh jaringan sistem pertanian, mulai dari pengorganisasian produksi hingga pendistribusian hasil produksi.
Dengan demikian sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yaitu :
1)   Subsistem pengadaan atau penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya manusia.
2)   Subsistem budidaya dan usaha tani
3)   Subsistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustri
4)   Subsistem pemasaran hasil pertanian
Rangkaian kegiatan dalam sistem agribisnis tersebut di gerakkan oleh berbagai kelembagaan. Kelembagaan dalam sistem agribisnis sangat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian di masa depan. Oleh karena itu pemberdayaan kelembagaan menuju bangun kelembagaan agribisnis yang tangguh merupakan salah satu strategi dalam pembangunan agribisnis.
3.   Keragaan dan Peranan Kelembagaan Agribisnis
Kelembagaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan agribisnis. Kelembagaan tersebut berupa tradisi baru maupun pranata baru yang cocok dengan tuntutan industrialisasi yang dapat memanfaatkan dan mengembangkan keunggulan komparatif atau keunggulan kompetitif.
Bentuk kelembagaan dalam sistem agribisnis, yaitu :
A.Kelembagaan sarana produksi
Kelembagaan sarana produksi merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi.Contohnya adalah BUMN, KUD dan usaha perdagangan swasta. Lembaga ini bekerja dalam usaha produksi, perdagangan/ pemasaran saran produksi seperti pupuk, pestisida, dan benih/ bibit tanaman yang diperlukan petani.
1)      Produsen Saprodi
Kelembagaan saran produksi ini ada yang berfungsi sebagai produsen atau perusahaan yang bergerak di bidang industri pupuk yang menghasilkan pupuk Urea, SP-36, dan ZA. Contohnya adalah PT Pupuk Kujang.Selain itu ada juga perusahaan yang memproduksi pestisida dan produsen penghasil pupuk alternatif seperti pupuk Pelengkap Cair. Ada juga lembaga yang bergerak di bidang produksi benih, seperti BUMN dan perusahaan swasta penghasil benih.
2)      Distributor / penyalur saprodi
Kelembagaan bidang distribusi/ penyaluran sarana produksi mempunyai jumlah yang cukup banyak, ada yang statusnya sebagai perusahaan BUMN maupun swasta dan koperasi / KUD.Di tingkat pedesaan kelembagaan ini ada sebagai kios-kios sarana produksi dan tempat pelayanan koperasi (TPK) yang berfungsi sebagai pengecer sarana produksi langsung kepada petani selaku konsumen.
3)      Asosiasi
Untuk mengkoordinasikan kegiatan maka dibentuklah asosiasi. Di bidang produksi terdapat asosiasi produsen pupuk Indonesia (APPI) yang meliputi produsen pupuk perusahaan BUMN dan di bidang ekspor/impor terdapat asosiasi niaga pupuk Indonesia (ANPI) yang merupakan wadah bagi eksportir/importir pupuk.
B.Kelembagaan Usaha Tani/ Produksi
Kelembagaan agribisnis yang bergerak di bidang usaha tani/produksi yaitu :1) Rumah Tangga petani (unit usaha terkecil di bidang tanaman pangan dan hortikultura) berjumlah + 18, 1 juta unit; 2) kelembagaan tani (kelompok tani) berjumlah 354.894 kelompok berfungsi sebagai : a) wadah berproduksi, b) wahana kerjasama antar anggota kelompok tani, dan c) kelas belajar di antara petani/ anggota kelompok tani; dan 3) kelembagaan usaha (perusahaan budidaya tanaman pangan dan holtikultura).
Dalam bidang produksi tanaman pangan dan holtikultura terdapat kelembagaan yang relatif lebih maju (kelembagaan usaha) dan lebih modern yang berupa kelembagaan usaha budidaya tanaman pangan dan holtikultura (agroindustri).
Bentuk investasi pengelolaan perusahaan budidaya dapat berupa penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebanyak 209 perusahaan maupun penanaman modal asing (PMA) sebanyak 53 perusahaan yang mendapat fasilitas dari pemerintah dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang No 11 tahun 1970 untuk PMA dan Undang-undang no. 6 yahun 1968 jo. Undang-undang no 12 tahun 1972 untuk PMDN. Selain itu juga ada investasi di luar ketentuan tersebut (non fasilitas) yang dilakukan oleh pengusaha dalam negeri (swasta nasional) sebanyak 45 perusahaan.
Pemerintah telah berupaya menerapkan kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi, tetapi perkembangan investasi di bidang usaha budidaya tanaman pangan dan holtikultura ini masih berjalan sangat lambat.Hal ini disebabkan oleh jumlah perusahaan yang melakukan investasi Iklim usaha yang belum kondusif.
C.Kelembagaan Pasca Panen Dan Pengolahan Hasil
Kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil ini dapat dibedakan menjadi : 1) kelembagaan yang melakukan usaha di bidang pasca panen (usaha perontokan, usaha pelayanan jasa alsintan pengeringan dengan alsin dryer, usaha pelayanan jasa alsintan panen dengan reaper, usaha pengemasan sortasi  grading); 2) kelembagaan usaha di bidang pengolahan (agroindustri) seperti perusahaan penggilingan padi, industri tepung tapioca, industri pembuatan tahu/ tempe, industri kecap, industri kripik emping, industri pembuatan selai, industri pembuatan juice buah-buahan, industri pengalengan buah-buahan dan sebagainya, 3) kelembagaan lumbung desa yang dikelola oleh LKMD.
D.Kelembagaan Pemasaran Hasil
Kelembagaan pemasaran dalam sistem agribisnis ini merupakan kelembagaan yang sangat penting karena melalui kelembagaan ini arus komoditi atau barang berupa hasil pertanian dari produsen disampaikan kepada konsumen.
Kelembagaan pemasaran meliputi sistem tata niaga hasil pertanian yang berupa pedagang pengumpul yang ada di daerah, pedagang antar daerah (kabupaten dan provinsi), dan pedagang grosir (kabupaten dan provinsi), dan pedagang pengecer ke konsumen. Kelembagaan pemasaran juga dikelompokkan kedalam perusahaan BUMN seperti Dolog, swasta dan koperasi/ KUD.
Asosiasi pemasaran hasil tanaman pangan dan holtikultura terdiri dari : 1) asosiasi bunga Indonesia (23 perusahaan), 2) asosiasi pemasaran holtikultura (gabungan dari 13 pengusaha pemasaran dalam negeri dan luar negeri), 3) asosiasi eksportir holtikultura (17 perusahaan eksportir), 4) gabungan perusahaan makanan ternak (GPMT), 5) asosiasi tepung tapioca Indonesia (ATTI).
E.Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung
Sistem agribisnis mempunyai subsistem jasa layanan pendukung dengan berbagai kelembagaan yang sangat berbeda fungsinya. Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung diantaranya adalah :
1) Kelembagaan di Bidang Permodalan
Kelembagaan ini berupa perbankan, Dana Ventura, dan dana dari penyisihan keuntungan BUMN. Kelembagaan ini berfungsi untuk menyediakan modal bagi sektor agribisnis baik berbasis komersial murni maupun menyalurkan kredit program yang di skemakan oleh pemerintah.
2) Kelembagaan di Bidang Penyediaan Alsintan
Kelembagaan ini berupa perusahaan/ industri pembuatan dan perakitan alsintan, usaha perbengkelan yang melakukan perakitan dan pembuat alsintan sederhana.Usaha perbengkelan dan produsen alsintan mempunyai peranan yang sangat penting yaitu melalui usaha pelayanan jasa. Usaha ini diharapkan dapat mendukung upaya pengembangan UPJA di daerah.
3) Kelembagaan Aparatur
a)        Kelembagaan aparatur yang melaksanakan fungsi pelayanan / penyuluhan yaitu Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang berjumlah 3.083 unit yang tersebar di seluruh Indonesia, Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian (BIPP) yang berjumlah 250 unit.
b)        Kelembagaan aparatur yang memiliki fungsi pengaturan dan pembinaan yaitu organisasi pemerintah di pusat  dan tingkat provinsi, kelembagaan penelitian sebagai sumber teknologi dalam pengembangan agribisnis.
4.Permasalahan dan Kelembagaan Agribisnis
Sebab-sebab lambatnya pekembangan agribisnis tanaman pangan dan hortikultura diantaranya :
1) Kebijaksanaan kurang mendukung
Terdapat berbagai kebijkasanaan yang mendorong kearah terjadinya “monopoli” dalam usaha di bidang agribisnis, pengendali harga, subsidi, dan sebagainya.Selain itu kebijaksanaan di bidang perizinan juga masih terkesan terlalu birokratis dan “over regulatedsehingga mempengaruhi kinerja kelembagaan agribisnis di bidang tanaman pangan dan holtikultura.
·         Masalah intern kelembagaan
1) Kelembagaan sarana produksi
Dalam penyediaan dan penyaluran sarana produksi yang dilakukan oleh KUD, manajemennya masih lemah, intervensi dan regulasi berlebihan. Kemampuan KUD dalam penyaluran saprodi seperti pupuk, pestisida dan benih juga sangat lemah. Akibatnya dalam menangani penyediaan saprodi maka prinsip enam tepat yaitu tepat jenis, jumlah, waktu, lokasi, harga dan mutu sarana produksi sering tidak tercapai.
2) Kelembagaan Usaha Tani/ Produksi
Masalah yang menonjol adalah rendahnya tingkat pendidikan petani selaku pelaku agribisnis yang kebanyakan tidak tamat SD. Sebagian besar kelompok tani memiliki tingkat kemampuan kelas pemula 37,1% kelas lanjut 33,8% sedangkan kelas madya baru sebesar 20,8% dan kelas utama sebanyak 3,0%. Hal tersebut akan menyulitkan upaya memposisikan petani/ kelompok tani sebagai kelembagaan agribisnis yang tangguh.

3) Kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil
Masalah yang dihadapi adlah masalah teknologi yang terkait dengan alsin, permodalan, dan menejemen usaha.Permasalahan di bidang pengolahan hasil dapat dalam bentuk ketersediaan bahan baku yang tidak kontinu, kesulitan modal usaha (bagi usaha kecil), persaingan bisnis (usaha kecil vs perusahaan besar), permodalan dan manajemen usaha.

4) Kelembagaan Pemasaran
Permasalahannya adalah: 1) efisiensi pemasaran yang rendah, b) fluktuasi harga yang besar c) permodalan usaha serta d) keterampilan manajemen di bidang usaha pemasaran hasil yang masih rendah.

5) Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung
Terdapat banyak skema-skema kredit yang disediakan pemerintah di bidang agribisnis belum dapat dimanfaatkan secara maksimal  untuk mendorong perkembangan agribisnis. Kemampuannya dalam pengembangan agribisnis di pedesaan masih sangat lemah sehingga  kemampuan melakukan alih teknologi di bidang agribisnis kepada kelompok tani juga lemah.
5.Memperkuat Kelembagaan Agribisnis
·         Arah kebijaksanaan
Arah kebijaksanaan yang digunakan untuk memperkuat kelembagaan agribisnis yaitu :
1) Dalam upaya memperkuat kelembagaan saran produksi kebijaksanaan diarahkan pada : a) peningkatan efisisensi penyaluran saprodi, b) menghilangkan praktek monopoli, c) serta pengawasan mutu saprodi secara ketat di lapangan
2) Pemberdayaan kelembagaan petani yaitu kelembagaan kelompok tani, perlu diarahkan agar : a) terencana dan terkoordinasi, b) meningkatkan kepemimpinan tani, c) membina kader-kader tani, d) meningkatkan peranan wanita tani, e) meningkatkan peranan kelompok tani.
3) Pengembanagn kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil hendaknya diarahkan untuk a) memperkuat kelembagaan, b) meningkatkan nilai tambah hasil panen pedesaan, dan c) mengembangkan diversifikasi produk..
4) Pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan pemasaran diarahkan : a) agar lembaga-lembaga pemasaran yang ada lebih berfungsi dalam lembaga, b) agar lembaga-lembaga pemasaran lebih berperan dalam lembaga, c) agar kelembagaan dapat berfungsi untuk memperbaiki struktur pasar, dll.
5) Kelembagaan jasa layanan pendukung dalam sistem agribisnis yang sangat penting adalah kelembagaan penyuluhan.Selain itu yang memiliki peranan strategis dalam pengembangan agribisnis adalah kelembagaan permodalan. Tetapi lembaga ini perlu diarahkan agar dapat mendorong aliran modal ke pedesaan untuk mengembangkan potensi pertanian dan agribisnis pedesaan
·         Konsolidasi Kelembagaan
 Empat sasaran pokok konsolidasi kelembagaan adalah : 1) inventarisasi dan identifikasi kelembagaan agribisnis, 2) memperkuat organisasi dan managemen usaha, 3) peningkatan mutu sumber daya manusia, 4) dukungan permodalan.
 Melalui upaya inventarisasi dan identifikasi diharapkan dapat diketahui keadaan dan kemampuan riil dari kelembagaan usaha agribisnis, guna memudahkan pembinaan dan pengembangan lebih lanjut sesuai dengan kondisi lokal spesifik.
Keberhasilan pengembangan agribisnis secara keseluruhan sangat tergantung pada kemampuan SDM yang mengelolanya. Oleh karena itu untuk memperkuat organisasi dan manajemen usaha serta peningkatan mutu SDM, dilakukan melalui proses pendidikan dan pelatihan yang terencana.
6.Penutup
Untuk mengantisipasi perubahan lingkungan strategis yang semakin cepat dan dinamis, orientasi pembangunan pertanian secara strategis diarahkan yang semula berorientasi kepada produksi diubah menjadi orientasi agribisnis. Oleh karena itu peranan kelembagaan agribisnis yang terkait dan mewujud dalam sistem agribisnis sangat penting. Namun kinerjanya sebagian besar masih sangat lemah, karena menghadapi berbagai permasalahan baik yang bersifat struktural maupun non-struktural. Untuk memperkuat sistem agribisnis secara terpadu maka diperlukan pemberdayaan kelembagaan bagi pengembanagan agribisnis. Upaya ini meliputi konsolidasi, penataan, pembenahan dalam rangka reformasi baik di bidang kebijaksanaan maupun operasional. ( Rissalatul Husniyah / 155040100111019)
Kelembagaan Pendukung Bagi Pengembangan
Agribisnis  Tanaman Pangan dan Hortikultura

SISTEM AGRIBISNIS
            Perubahan industrialisasi ekonomi pertanian menjadi suatu sektor ekonomi modern. Agribisnis memiliki 4 subsistem :
1)    Subsistem agribisnis hulu (Up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/ benih, alat dan mesin pertanian, dll).
2)    Subsistem usaha tani (on farm agribusiness) disebut sebagai sektor pertanian primer.
3)    Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestic internasional.
4)    Subsistem jasa layanan pendukung (supporting institution) seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan, layanan informasi agribisnis, penelitian dan sebagainya.
sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran saran produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri, yang saling terkait satu sama lain.
agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yaitu :5
1)   Subsistem pengadaan atau penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya manusia.
2)   Subsistem budidaya dan usaha tani
3)   Subsistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustri
4)   Subsistem pemasaran hasil pertanian.
1.   Keragaan dan Peranan Kelembagaan Agribisnis
a.      Kelembagaan sarana produksi
Kelembagaan sarana produksi merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi seperti : BUMN, Koperasi Unit Desa (KUD) dan usaha perdagangan swasta. Produk umumnya seperti pupuk, benih, pertisida, dll.
1)      Produsen Saprodi
Kelembagaan saran produksi ini ada yang berfungsi sebagai produsen atau perusahaan yang bergerak di bidang industri sepeerti pupuk, benih, pestisida, dll.
2)      Distributor / penyalur saprodi
Kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang penyaluran sarana produksi
.3) Asosiasi
Untuk mengkoordinasikan kegiatan baik di bidang produksi maupun distribusi sarana produksi.
v  Kelembagaan Usaha Tani/ Produksi
Kelembagaan agribisnis yang bergerak di bidang usaha tani/produksi meliputi : 1) Rumah Tangga petani sebagai unit usaha terkecil di bidang tanaman pangan dan hortikultura;2) kelembagaan tani dalam bentuk kelompok tani, dan 3) kelembagaan usaha dalam bentuk perusahaan budidaya tanaman pangan dan holtikultura. Kelompok tani sebagai bentuk kelembagaan yang lebih maju dan terorganisasi, berfungsi sebagai : 1) wadah berproduksi, 2) wahana kerjasama antar anggota kelompok tani, dan 3) kelas belajar di antara petani/ anggota kelompok tani. Selain itu ada kelembagaan yg legal dan maju maju berwujud perusahaan budidaya murni atau perusahaan budidaya terpadu dengan pengolahan (agroindustri). Investasi berupa penanaman modal yang difasilitasi pemerintah.
v  Kelembagaan Pasca Panen Dan Pengolahan Hasil
Kelembagaan yang terkait dengan pasca panen dan pengolahan hasil ini dapat dibedakan antara lain : 1) kelembagaan yang melakukan usaha di bidang pasca panen meliputi : usaha perontokan, seperti usaha pelayanan jasa alsintan 2) kelembagaan usaha di bidang pengolahan (agroindustri) seperti perusahaan penggilingan padi 3) kelembagaan lumbung desa yang berperan untuk mengatasi masalah pangan.
v  Kelembagaan Pemasaran Hasil
Kelembagaan pemasaran meliputi kelembagaan yang terkait dalam sistem tata niaga hasil pertanian sejak lepas dari produsen ke konsumen. Selain dari kelembagaan pemasaran tersebut di atas terdapat pula asosiasi pemasaran hasil tanaman pangan dan holtikultura yang terdiri dari : 1) asosiasi bunga Indonesia yang meliputi 23 perusahaan, 2) asosiasi pemasaran holtikultura yang merupakan gabungan dari 13 pengusaha yang melakukan pemasaran baik dalam negeri maupun luar negeri, 3) asosiasi eksportir holtikultura yang terdiri dari 17 perusahaan eksportir, 4) gabungan perusahaan makanan ternak (GPMT) merupakan gabungan beberapa perusahaan makanan ternak yang melakukan kegiatan pemasaran dalam negeri dan impor, 5) asosiasi tepung tapioca Indonesia (ATTI) yang melakukan kegiatan produksi tepung tapioca dan pemasaran baik di dalam maupun luar negeri.
v  Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung
1)      Kelembagaan di Bidang Permodalan
Kelembagaan ini juga sangat bervariasi mulai dari perbankan (Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat/ BPR), Dana Ventura (sebagai lembaga keuangan non bank)
2)      Kelembagaan di Bidang Penyediaan Alsintan
Wujud kelembagaan ini berupa perusahaan/ industri pembuatan dan perakitan alsintan baik skala besar maupun skala menengah dan kecil.
3)      Kelembagaan Aparatur
a)      Kelembagaan aparatur yang melaksanakan fungsi pelayanan / penyuluhan adalah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang tersebar di seluruh Indonesia.
b)      kelembagaan aparatur yang memiliki fungsi pengaturan dan pembinaan antara lain adalah organisasi pemerintah.
4)      Permasalahan dan Kelembagaan Agribisnis
Apabila ditelusuri lebih jauh lambatnya perkembangan agribisnis tanaman pangan dan holtikultura disebabkan antara lain :
v    Kebijaksanaan kurang mendukung
Intervensi pemerintah tampaknya terlalu jauh masuk dalam kelembagaan agribisnis, sehingga terkesan membatasi ruang gerak bisnis yang dilakukan oleh kelembagaan yang bersangkutan
v   Masalah intern kelembagaan
Apabila ditelusuri lebih jauh ke dalam setiap subsistem agribisnis, akan ditemukan titik-titik rawan berupa kelembagaan yang kinerjanya rendah sebagai berikut :
1)       Kelembagaan sarana produksi
Titik rawan dan kelemahan yang terlihat dalam kelembagaan sarana produksi antara lain dalam penyediaan dan penyaluran sarana produksi yang dilakukan oleh KUD.
2)       Kelembagaan Usaha Tani/ Produksi
Unit usaha tani keluarga sebagai kelembagaan usaha tani terkecil masih menghadapi masalah struktural yang masih sulit diatasi. Masalah yang menonjol antara lain rendahnya tingkat pendidikan petani selaku pelaku agribisnis.
3)      Kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil
Masalah yang dihadapi kelembagaan pasca panen yang melakukan usaha di bidang pasca panen primer adalah : masalah teknologi yang terkait dengan alsin, permodalan, dan menejemen usaha.
4)       Kelembagaan Pemasaran
Kelembagaan agribisnis yang bergerak di bidang pemasaran hasil tanaman pangan dan holtikultura menghadapi berbagai permasalahan yang menyangkut : a) efisiensi pemasaran yang rendah, karena panjangnya rantai pemasaran dan biaya transportasi yang tinggi sehingga biaya pemasaran menjadi tinggi, b) fluktuasi harga yang besar c) permodalan usaha serta d) keterampilan manajemen di bidang usaha pemasaran hasil yang masih rendah.
5)       Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung
Kelembagaan ini meskipun jumlahnya banyak dan tersebar di hampir setiap kecamatan, namun kemampuannya dalam pengembangan agribisnis di pedesaan masih sangat lemah.
5.      Memperkuat Kelembagaan Agribisnis
Arah kebijaksanaan untuk memperkuat kelembagaan agribisnis adalah :
1)      Dalam upaya memperkuat kelembagaan saran produksi kebijaksanaan diarahkan pada : a) peningkatan efisisensi penyaluran saprodi, b) menghilangkan praktek monopoli baik di dalam pengadaan maupun penyaluran saprodi oleh kelembagaan tertentu, c) serta pengawasan mutu saprodi secara ketat di lapangan.
2)      2) Pemberdayaan kelembagaan petani sebagai unit usaha terkecil dengan kelembagaan kelompok tani, perlu diarahkan agar : a) secara sungguh-sungguh, terencana dan terkoordinasi dalam meningkatkan kemampuan kelompok tani, b) meningkatkan kepemimpinan tani baik dalam mengelola unit usaha secara mandiri, maupun secara berkelompok, c) membina kader-kader tani berupa pemuda-pemuda tani sebagai kader penerus usaha tani, d) meningkatkan peranan wanita tani baik dalam mengelola usaha tani keluarga maupun dalam mengembangkan agroindustri pedesaan e) meningkatkan peranan kelompok tani sebagai unit usaha bersama.
3)      Dalam upaya membangun pertanian modern berbasis pedesaan, pengembanagn kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil hendaknya diarahkan untuk a) memperkuat kelembagaan yang mendorong tumbuhnya usaha lepas panen pedesaan b) meningkatkan nilai tambah hasil panen pedesaan, baik untuk konsumsi c) mengembangkan diversifikasi produk.
4)       Pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan pemasaran a) agar lembaga-lembaga pemasaran yang ada lebih berfungsi untuk memperlancar pemasaran baik domestik maupun ekspor, meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani serta memperlancar arus informasi pasar pertanian, b) agar lembaga-lembaga pemasaran lebih berperan dalam meningkatkan daya saing ekonomi komoditi pertanian, memperlancar arus pemasaran dan mengurangi biaya-biaya transaksi pemasaran, c) agar kelembagaan dapat berfungsi untuk memperbaiki struktur pasar, mengurangi ketidaksempurnaan pasar, mencegah terjadinya monopsoni/ monopoli untuk pasar-pasar hasil pertanian.
5)      Kelembagaan jasa layanan pendukung dalam sistem agribisnis yang sangat penting adalah kelembagaan penyuluhan.
Konsolidasi Kelembagaan
ada 3 sasaran pokok konsolidasi kelembagaan yaitu : 1) inventarisasi dan identifikasi kelembagaan agribisnis, 2) memperkuat organisasi dan managemen usaha, 3) peningkatan mutu sumber daya manusia, 4) dukungan permodalan.
2.   Penutup
     Untuk mengantisipasi perubahan lingkungan strategis yang semakin cepat dan dinamis, orientasi pembangunan pertanian secara strategis diarahkan dari semula berorientasi kepada produksi menjadi orientasi agribisnis. (Octavia Arum / 155040100111020)
Pertanyaan Diskusi
1
Jelaskan pengertian sistem agribisnis?  Sebutkan dan jelaskan subsistem agribisnis?
Jawab :
sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran saran produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri, yang saling terkait satu sama lain.
Subsistem agribisnis :
5)    Subsistem agribisnis hulu (Up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/ benih, alat dan mesin pertanian, dll).
6)    Subsistem usaha tani (on farm agribusiness) disebut sebagai sektor pertanian primer.
7)    Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestic internasional.
8)    Subsistem jasa layanan pendukung (supporting institution) seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan, layanan informasi agribisnis, penelitian dan sebagainya. (Octavia Arum / 155040100111020)
2
Jelaskan pengertian kelembagaan pertanian?  Sebutkan dan jelaskan keragaan dan peranan kelembagaan agribisnis? Bagaimana kondisi kelembagaan agribisnis saat ini?
Jawab :
Kelembagaan pertanian  adalah berupa tradisi baru maupun pranata baru yang cocok dengan tuntutan industrialisasi atau organisasi yang mampu menghasilkan ragam produk yang dapat memanfaatkan dan mengembangkan keunggulan komparatif atau keunggulan kompetitif dibidang pertanian.
Kelembagaan dan peran pada agribisnis
a.       Kelembagan sarana produksi
Kelembagaan sarana produksi merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi.
b.      Kelembagaan Usaha Tani/ Produksi
Kelembagaan agribisnis yang bergerak di bidang usaha tani/produksi
c.       Kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil
 Kelembagaan yang terkait dengan pasca panen dan pengolahan hasil
d.      Kelembagaan pemasaran hasil
kelembagaan yang terkait dalam sistem tata niaga hasil pertanian sejak lepas dari produsen ke konsumen.
e.       Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung
Menyediakan jasa pendukung unruk menunjang sektor pertanian

Kondisi kelembagaan agribisnis saat  ini  kinerja kelembagaan masih belum sesuai dengan harapan.  (Octavia Arum / 155040100111020)
3
Sebutkan dan jelaskan permasalahan-permasalahan dalam kelembagaan agribisnis?
Jawab : a.Kebijaksanaan kurang mendukung
Terdapat berbagai kebijkasanaan yang mendorong kearah terjadinya “monopoli” dalam usaha di bidang agribisnis, pengendali harga, subsidi, dan sebagainya.Selain itu kebijaksanaan di bidang perizinan yang masih terkesan terlalu birokratis dan “over regulated” juga mempengaruhi kinerja kelembagaan agribisnis di bidang tanaman pangan dan holtikultura.
b. Masalah intern kelembagaan
Kinerja kelembagaan yang masih belum sesuai dengan harapan. Ditemukan titik-titik rawan berupa kelembagaan yang kinerjanya rendah seperti manajemen yang lemah, intervensi, dan regulasi berlebihan, kemampuan KUD dalam penyaluran saprodi seperti pupuk, pestisida dan benih sangat lemah sehingga prinsip enam tepat yaitu tepat jenis,jumlah, waktu, lokasi, harga dan mutu sarana produksi sering tidak tercapai.
c. Kelembagaan Usaha Tani/ Produksi
Masalah yang menonjol adalah rendahnya tingkat pendidikan petani selaku pelaku agribisnis yang kebanyakan tidak tamat SD. Sebagian besar kelompok tani memiliki tingkat kemampuan kelas pemula 37,1% kelas lanjut 33,8% sedangkan kelas madya baru sebesar 20,8% dan kelas utama sebanyak 3,0%. Hal tersebut akan menyulitkan upaya memposisikan petani/ kelompok tani sebagai kelembagaan agribisnis yang tangguh.
d. Kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil
Masalah yang dihadapi adlah masalah teknologi yang terkait dengan alsin, permodalan, dan menejemen usaha.Permasalahan di bidang pengolahan hasil dapat dalam bentuk ketersediaan bahan baku yang tidak kontinu, kesulitan modal usaha (bagi usaha kecil), persaingan bisnis (usaha kecil vs perusahaan besar), permodalan dan manajemen usaha.
e. Kelembagaan Pemasaran
Permasalahannya adalah: 1) efisiensi pemasaran yang rendah, b) fluktuasi harga yang besar c) permodalan usaha serta d) keterampilan manajemen di bidang usaha pemasaran hasil yang masih rendah.
f. Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung
Terdapat banyak skema-skema kredit yang disediakan pemerintah di bidang agribisnis belum dapat dimanfaatkan secara maksimal  untuk mendorong perkembangan agribisnis. Kemampuannya dalam pengembangan agribisnis di pedesaan masih sangat lemah sehingga  kemampuan melakukan alih teknologi di bidang agribisnis kepada kelompok tani juga lemah. 
4
Bagaimana arah kebijaksanaan dalam memperkuat kelembagaan agibisnis? Sebutkan dan  jelaskan sasaran pokok konsolidasi kelembagaan dalam memperkuat kelembagaan agribisnis?
Jawab : 
arah kebijaksanaan:
1) memperkuat kelembagaan saran produksi
2)pemberdayaan kelembagaan petani sebagai unit usaha terkecil dengan kelembagaan kelompok tani
3) dalam upaya membangun pertanian modern berbasis pedesaan
4)pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan pemasaran diarahkan
5) kelembagaan jasa layanan pendukung dalam system agribisnis
Sasaran konsolidasi kelembagaan:
1)      inventarisasi dan identifikasi kelembagaan agribisnis
untuk mmengetahui keadaan dan kemampuan riil dari kelembagaan usaha agribisnis
2)      memperkuat organisasi dan managemen usaha
dilakukan sejalan dengan upaya peningkatan mutu SDM
3)      peningkatan mutu sumberdaya manusia
untuk memperkuat kelembagaan agribisnis  agar mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam bidang teknis, bisnis, maupun manajemen usaha.

4)      dukungan permodalan yang sebagai unit usaha.


MODUL 9
PASCA REVOLUSI HIJAU PEDESAAN JAWA TIMUR

            Persebaran teknologi yang terjadi di Jawa Timur terbukti semakin mengukuhkan kesenjangan sosial. Hal ini disebabkan oleh konsolidasi penguasaan sawah dan kekuasaan di desa sehingga perubahan social yang terjadi adalah polarisasi sosial.Terdapat dua pandangan sejak tahun 1970-an-pembangunan mulai digencarkan kedaerah pedesaan- yakni yang menganggap perkembangan teknologi pertanian modern meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah sehingga mendorong terjadinya polarisasi social.  Sedangkan pandangan kedua, persebaran teknologi pertanian modern justru telah menghasilkan pemerataan ekonomi karena memperbanyak subkelas petani dan mendorong pelipatgandaan lapisan petani dalam struktur berspektrum kontinum atau stratifikasi.
Teknologi, Surplus Produksi dan Konsolidasi Kekuasaan
            Memasuki masa pasca revolusi, desa—desa di Jawa umumnya mengalami perubahan yang semakin mendalam karena masuknya proses birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian ke dalam masyarakat desa. Penelitian ini dilakukan di desa Bajang, sebuah desa pedalaman Jawa terletak di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Dilihat dari kemajuan pertaniannya, desa ini dapat dikatakan teah memasuki pasca revolusi hijau. Sejak tahun 1960-an penduduk sudah diperkenalkan bibit unggul, pupuk kimia, dan pestisida. Pada penelitian ini, mengemukakan kenyataan bahwa di atas jalur birokrasi yang efektif ternyata persebaran teknologi pertanian modern lebih bersifat netral-skala. Meskipun demikian, bukan berarti terjadi pemerataan ekonomi. Kenyataannya struktur kepemilikan dan kepenguasaan sawah di desa penelitian mengalami proses polarisasi dengan ketimpangan yang cukup tajam. Hal ini bisa dijelaskan sebagai konsekuensi logis dari menigkatnya surplus produksi dan terjadinya penyesuaianpenyesuaian struktural sebagai akibat dari perluasan pemakaian teknologi pertanian modern. Terjadinya proses konsolidasi kekuasaan ekonomi yang kurang lebih mengikuti urutan proses kejadian berikut.
            Pertama-tama konsolidasi tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Petani yang menguasai sawah yang luas cenderung memperoleh hasil produksi yang besar. Sementara petani yang menguasai sawah sempit memperoleh hasil ekonomi yang relative sedikit. Kemudian terjadi peningkatan ekonmi yang mempengaruhi beragai kawasan kehidupan sosial. Meningkatnya pendapatan sebagai akibat kemajuan teknologi yang dinamis kemudian menciptakan surplus ekonomi sehingga mengembangkan perilaku ekonomi masyarakat untuk mengkonsumsi benda-benda materi di luar kebutuhan konsumsi pokok. Sehingga menciptakan suatu gaya hidup dan kemudian menumbuhkan suatu mobilitas status sebagailandasan terbentuknya pelapisan social yang baru.
            Selain hal yang diatas, peningkatan pendapatan ekonomi juga menjadi sarana efektif untuk memperoleh kekuasaan. Meskipun dengan cara yang halus kekuasaan yang dimiliki oleh capital ini ternyata cukup efektif untuk memperoleh kewenangan dalam kekuasaan. Penelitian ini menemukan bahwa sarana ekonomi seseorang dapat digunakan untuk memperoleh kesempatan duduk dalam lembaga birokrasi desa. Seperti dalam pemilihan kepala desa yang menggunakan sistem pembagian uang dan kesejahteraan. Demikian pula yang terjadi di LKMD dan LMD, sebagian besar anggotanya merupakan golongan kelas ekonomi kaya dan berkecukupan.
            Uraian-uraian di atas dapat menunjukkan bahwa kekuasaan mempunyai peranan penting dalam menentukan distribusi surplus ekonomi masyarakat. Berbagai tekanan untuk mendapatkan tanah tetap ada dan distribusi pemilikan serta penguasaan tanah tetap timpang walaupun pada dasarnya persebaran teknologi itu merata atau sama-sama menguntungkan baik petani bertanah luas maupun petani bertanah sempit. Tidak jarang ditemukan, di atas kewenangan kekuasaan ini mereka yang di dalam birokrasi desa untuk melayani kepentingan mereka secara organisatoris melalui lembaga birokrasi desa untuk melayani kepentingan mereka.
Berbagai Pergeseran Pekerjaan
            Masih ada faktor lain untuk menentukan seperti apa keadaan masyarakat di Jawa yakni pengaruh ekonomi luar pertanian terhadap perekonomian rumah tangga petani. Perkembangan sumber ekonomi luar pertanian ialah tumpuan bagi kelompok petani miskin yang tergeser dari pertanian untuk mencegah terjadinya polarisasi social. Akan tetapi pergeseran disini sangat ditentukan oleh kondisi-kondisi social ekonomi yang dibawa dari sector pertanian. Sehingga hal ini memungkinkan untuk menimbulkan pola pergeseran pekerjaan yang berbeda berdasarkan kelas. Perbedaan penguasaan sumber ekonomi akan menentukan tinggi rendahnya kemampuan mengendalikan dan menguasai sumber ekonomi dalam pasar, yang selanjutnya menimbulkan perbedaan penguasaan sumber ekonomi luar pertanian. (Rifkha Zulvani / 155040100111020)

Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan  Jawa Timur

Teknologi, Surplus Produksi dan Konsolidasi Kekuasaan
Memasuki masa pasca revolusi hijau, desa-desa di Jawa  umumnya telah mengalami perubahan yang semakin mendalam karena birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian. Di atas kenyataan inilah perubahan sosial di desa penelitian menemukan bentuknya. Penelitian ini dilakukan di desa Bajang, sebuah desa pedalaman Jawa terletak di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Tepatnya, di 14 kilometer sebelah Selatan kota Ponorogo yang masih termasuk “kejawen” atau “desa asli”. Desa ini punya ciri sebagai desa agraris dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi.
Dilihat dari kemajuan pertaniannya desa ini telah memasuki pasca revolusi hijau. Contohnya bibit unggul, pupuk kimia dan pestisida sudah diperkenalkan kepada penduduk. Ketiga jenis teknologi tersebut semakin tersebar luas setelah dilaksanakannya program Inmas, insus, dan supra insus yang berjalan hingga sekarang. Berkat teknologi modern tersebut sekarang di desa ini sudah banyak ditemui teknik-teknik produksi baru seperti, mesin perontok dan rice mills pada pasca panen. Namun di atas jalur birokrasi yang efektif ternyata persebaran teknologi pertanian modern lebih bersifat netral-skala. Berbagai jenis teknologi dapat diterima dan dipergunakan secara merata oleh petani dari berbagai kategori luas usaha tani.
Meskipun demikian, bukan berarti terjadi pemerataan ekonomi. Ini terbukti dari kenyataan bahwa struktur pemilikan dan penguasaan sawah di desa penelitian mengalami polarisasi, di mana distribusi pemilikan dan penguasaan sawah memperlihatkan ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi.
Teknologi pertanian modern merupakan jenis teknologi yang sangat efisien dan produktif. Persebaran yang berarti dari teknologi semacam ini akan mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan surplus ekonomi yang selanjutnya menumbuhkan kekuasaan ekonomi baru  yang mempengaruhi perubahan struktur masyarakat desa yang terjadi di desa penelitian ini bukanlah perkecualian. Terciptanya surplus dan muncuknya kekuasaan ekonomi itu telah menciptakan kelas-kelas ekonomi baru dalam masyarakat, yang pada gilirannya menjalar mempengaruhi kehidupan struktur sosial politik masyarakat desa yang menyebabkan konsilidasi
            Pertama-tama konsolidasi tanah pertanian itu semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Sebagai sumber ekonomi terpenting bagi masyarakat desa tentu saja hal itu berpengaruh pada perbedaan pendapatan ekonomi rumahtangga. Petani yang menguasai sawah yang luas cenderung memperoleh hasil produksi yang besar. Sementara petani yang menguasai sawah sempit memperoleh hasil ekonomi yang relative sedikit (r= 0,7132/P = 0,000).
Meningkatnya pendapatan sebagai akibat kemajuan teknologi yang dinamis kemudian menciptakan surplus ekonomi sehingga mengembangkan perilaku ekonomi masyarakat untuk mengkonsumsi benda-benda materi di luar kebutuhan konsumsi pokok. Hal itu akan membawa perubahan gaya hidup  dan menumbuhkan mobilitas status yang kemudian menjadi dasar bagi terbentuknya pelapisan sosial yang baru. Hal ini mendorong kelas ekonomi kaya dan berkecukupan cenderung menduduki status sosial yang tinggi dan sebaliknya kelas ekonomi miskin cenderung menduduki tempat yang kurang terhormat atau berstatus rendah (r= 0,5631/ P= 0,000). Sehingga akan mempengaruhi kehormatan pula.
            Dalam hal pemilihan kepala desa menunjukkan bahwa sistem pembagian uang dan kesejahteraan sangat menentukan jadi tidaknya seseorang menjadi kepala desa. Ada semacam persyaratan tak tertulis bahwa sang kepala desa yang sekarang terpilih sangat dimungkinkan    karena    mampu    bersikap    royal   dengan   membagi    uang    dan kesejahteraan, sehingga mempunyai peluang yang besar untuk dipilih. Di atas konsolidasi kekuasaan ekonomi ini terdapat berbagai tekanan untuk mendapatkan tanah tetap ada dan distribusi pemilikan serta penguasaan tanah tetap timpang walaupun pada dasarnya persebaran teknologi itu merata atau sama-sama menguntungkan baik petani bertanah luas maupun petani bertanah sempit. Tidak jarang ditemukan, di atas kewenangan kekuasaan ini mereka yang di dalam birokrasi desa untuk melayani kepentingan mereka secara organisatoris melalui lembaga birokrasi desa untuk melayani kepentingan mereka.
Berbagai Pergeseran Pekerjaan
            Perkembangan sumber keonomi luar pertanian dapat menjadi tumpuan atau katub penyelamat bagi kelompok petani miskin yang telah tergeser dari pertanian sehingga bisa mencegah terjadinya polarisasi sosial. Perkembangan dimungkinkan lebih-lebih bila mengingat bahwa kebijakan pemerintah membangun sector non pertanian di pedesaan seperti proyek inpres desa,bangdes, proyek padat karya, dan berkembangnya kegiatan perdagangan di pedesaan telah menumbuhkan sumber-sumber ekonomi baru bagi masyarakat desa.
            pembanguna pertanian selama ini telah menempatkan kekuasaan ekonomi anggota masyarakat dalam ketimpangan yang cukup berarti. Perbedaan itu terutama bersumber dari arti pentingnya penguasaan seseorang atas kekuasaan ekonomi dalam masyarakat. Perbedaan penguasaan sumber ekonomi akan menentukan tinggi rendahnya kemampuan mengendalikan dan menguasai sumber ekonomi dalam pasar, yang selanjutnya menimbulkan perbedaan penguasaan sumber ekonomi luar pertanian. (Andri Saputro / 155040100111016)
 
Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan  Jawa Timur
1. Pendahuluan
Dalam pembangunan pertanian terdapat dua pandangan yang bertolak belakang satu sama lain yang mempengaruhi perubahan sosial. Pandangan pertama melihat persebaran teknologi pertanian modern ke daerah perdesaan selama ini telah meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah sehingga mendorong terjadinya polarisasi sosial. Sebaliknya, pandangan kedua melihat persebaran teknologi pertanian modern justru telah menghasilkan  pemerataan ekonomi sehingga tidak menimbulkan polarisasi.
Teknologi, Surplus Produksi dan konsolidasi Kekuasaan
Desa-desa di Jawa telah mengalami perubahan yang disebabkan oleh semakin masuknya proses birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian. Jalur birokrasi secara efektif dapat berkerja cepat menyebarluaskan pemakaian teknologi tetapi tidak bisa dihindari dari kemajuan ekonomi yang ditimbulkannya telah menciptakan konsolidasi struktural.
Dilihat dari kemajuannya, ada tiga jenis teknologi yang tersebar luas setelah di dilaksanakannya program Inmas, insus, dan supra insus. Berkat program tersebut sekarang di desa ini sudah banyak ditemui teknik-teknik produksi baru seperti, mesin perontok dan rice mills pada pasca panen. Secara akumulatif, semua itu telah memperbesar skala perubahan masyarakat desa menjadi semakin luas dan dinamis.
Persebaran teknologi pertanian modern akan mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan surplus ekonomi yang akan menumbuhkan kekuasaan ekonomi baru dalam masyarakat, yang pada gilirannya menjalar mempengaruhi kehidupan sturktur sosial politik masyarakat desa.
Konsolidasi tanah pertanian bertumpu pada perbedaan penguasaan sawah yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Petani yang menguasai sawah yang luas cenderung memperoleh hasil produksi yang besar. Sementara petani yang menguasai sawah sempit memperoleh hasil ekonomi yang relative  sedikit (r=0,7132/P=0,000)
Berbagai Pergeseran Pekerjaan

Perubahan masyarakat desa Jawa menuju ke polarisasi mempunyai pengaruh ekonomi luar pertanian terhadap perekonomian rumah tangga petani. Perkembangan pertanian akan membangun sector non pertanian di perdesaan seperti proyek inpers desa, bangdes, proyek padat karya.(Tiurmaulina Br Sianturi / 155040100111020) 

Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan  Jawa Timur
Pendahuluan
Walaupun pandangan klasik Ricardian menyatakan bahwa adaptasi  teknologi bersifat netral skala, tapi terbukti dari penelitian di Jawa Timur ini, persebaran teknologi makin mengukuhkan kesenjangan sosial. Konsolidasi penguasaan sawah dan kekuasaan di desa merupakan penyebab utama. Meskipun perubahan sosial yang terjadi bukanlah pelapisan melainkan polarisasi sosial karena integrasinya dengan perekonomian nasional.
Pada tahun 1970-an terdapat dua pandangan yang bertolak belakang dalam melihat bagaimana pembangunan pertanian mempengaruhi perubahan sosial di pedesaan jawa. Pandangan pertama melihat persebaran teknologi pertanian modern ke daerah pedesaan selama ini telah meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah sehingga mendorong terjadinya polarisasi sosial. Sebaliknya, pandangan kedua melihat persebaran teknologi pertanian modern justru telah menghasilkan pemerataan ekonomi sehingga tidak menimbulkan polarisasi.
Teknologi, Surplus Produksi dan Konsolidasi Kekuasaan
Memasuki masa pasca revolusi hijau, desa-desa di Jawa  umumnya telah mengalami perubahan yang semakin mendalam. Perubahan itu disebabkan oleh semakin merasuknya proses birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian ke dalam masyarakat desa. Tetapi meskipun jalur birokrasi itu secara efektif dapat bekerja cepat menyebarluaskan pemakaian teknologi namun pada kenyataannya tidak bisa dihindari kemajuan ekonomi yang ditimbulkan  telah menciptakan konsolidasi struktural sehingga lambat laun mempertajam kesenjangan masyarakat desa.
Penelitian ini dilakukan di desa Bajang, sebuah desa pedalaman Jawa yang terletak di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Desa ini terletak di 14 kilometer sebelah Selatan kota Ponorogo. Apabila diletakkan dalam pembagian wilayah menurut Geertz, desa ini masuk dalam kawasan “kejawen” atau “desa asli” yang punya ciri sebagai desa agraris dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi.
Desa ini boleh dikatakan telah memasuki pasca revolusi hijau. Menurut keterangan kepala desa, sejak tahun 1960-an bibit unggul, pupuk kimia dan pestisida sudah diperkenalkan kepada penduduk. Ketiga jenis teknologi tersebut semakin tersebar luas setelah dilaksanakannya program Inmas, insus, dan supra insus yang berjalan hingga sekarang. Berkat teknologi modern sekarang di desa ini sudah terdapat teknik produksi baru seperti, mesin perontok dan rice mills pada pasca panen.
Berbeda dengan kedua pandangan di atas, penelitian ini menemukan kenyataan bahwa di atas jalur birokrasi yang efektif ternyata persebaran teknologi pertanian modern lebih bersifat netral-skala.
Penelitian ini menemukan bahwa kendati persebaran teknologi bersifat netral skala tapi hasilnya menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi. Ini terbukti dari kenyataan bahwa struktur pemilikan dan penguasaan sawah di desa penelitian mengalami polarisasi. Ini terbukti dari distribusi pemilikan dan penguasaan sawah memperlihatkan ketimpangan yang cukup tajam.
Teknologi pertanian modern merupakan jenis teknologi yang sangat efisien dan produktif. Teknologi semacam ini akan mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan surplus ekonomi yang terjadi di desa penelitian ini. Terciptanya surplus dan munculnya kekuasaan ekonomi itu telah menciptakan kelas-kelas ekonomi baru dalam masyarakat, yang mempengaruhi kehidupan struktur sosial politik masyarakat desa.
            Konsolidasi tanah pertanian semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa. Petani yang menguasai sawah yang luas cenderung memperoleh hasil produksi yang besar. Sementara petani yang menguasai sawah sempit memperoleh hasil ekonomi yang relative sedikit (r= 0,7132/P = 0,000).
            Selanjutnya peningkatan pendapatan ekonomi ini mempengaruhi berbagai kawasan atau dimensi kehidupan sosial yang membawa perubahan gaya hidup  dan menumbuhkan mobilitas status yang kemudian menjadi dasar bagi terbentuknya pelapisan sosial yang baru.Peningkatan pendapatan ekonomi dapat pula menjadi sarana efektif untuk memperoleh kekuasaan.
            Penelitian ini menemukan bahwa sarana ekonomi seseorang dapat digunakan untuk memperoleh kesempatan duduk dalam lembaga birokrasi desa. Dalam hal pemilihan kepala desa menunjukkan nahwa sistem pembagian uang dan kesejahteraan sangat menentukan jadi tidaknya seseorang menjadi kepala desa. Lembaga birokrasi desa telah dijadikan arena oleh kelompok-kelompok ekonomi kaya untuk memperjuangkan kepentingan mereka.          
Berbagai Pergeseran Pekerjaan
            Untuk mengatakan perubahan masyarakat desa Jawa sekarang menuju ke polarisasi demikian kita harus ekstra hati-hati sebab masih ada faktor lain yang belum kita perhitungkan, yaitu pengaruh ekonomi luar pertanian terhadap perekonomian rumah tangga petani. Karena hal ini dapat menjadi tumpuan bagi kelompok petani miskin yang telah tergeser dari pertanian sehingga bisa mencegah terjadinya polarisasi sosial.Pergeseran pekerjaan ke luar pertanian itu sangat ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian.
Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan  Jawa Timur

1.      Pendahuluan
Hasil dari penelitian di Jawa Timur, persebaran teknologi makin mengukuhkan kesenjangan sosial. Penyebab utamanya yaitu konsolidasi penguasaan sawah dan kekuasaan di desa.
Adanya dua pandangan yang bertolak belakang satu sama lain dalam melihat bagaimana pembangunan pertanian mempengaruhi perubahan sosial di pedesaan jawa. Pandangan pertama melihat persebaran teknologi pertanian modern ke daerah pedesaan selama ini telah meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah sehingga mendorong terjadinya polarisasi sosial. Sebaliknya, pandangan kedua melihat persebaran teknologi pertanian modern justru telah menghasilkan pemerataan ekonomi sehingga tidak menimbulkan polarisasi. Melainkan justru memperbanyak subkelas petani dan mendorong pelipatgandaan lapisan petani dalam struktur berspektrum kontinum atau stratifikasi.

Teknologi, Surplus Produksi dan Konsolidasi Kekuasaan
Memasuki masa pasca revolusi hijau, desa-desa di Jawa  umumnya telah mengalami perubahan yang terutama disebabkan oleh semakin merasuknya proses birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian ke dalam masyarakat desa. Sebagai akibatnya, meskipun jalur birokrasi itu secara efektif dapat bekerja cepat menyebarluaskan pemakaian teknologi tetapi tidak bisa dihindari kemajuan ekonomi yang ditimbulkannya  telah menciptakan konsolidasi struktural sehingga lambat laun mempertajam kesenjangan masyarakat desa.
Penelitian ini dilakukan di desa Bajang, sebuah desa pedalaman Jawa terletak di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Desa ini boleh dikatakan telah memasuki pasca revolusi hijau. Berkat teknologi modern, sekarang di desa ini sudah banyak ditemui teknik-teknik produksi baru seperti, mesin perontok dan rice mills pada pasca panen. Secara akumulatif, semua itu telah memperbesar skala perubahan masyarakat desa menjadi semakin meluas dan dinamis.
Penelitian ini menemukan kenyataan bahwa di atas jalur birokrasi yang efektif ternyata persebaran teknologi pertanian modern lebih bersifat netral-skala. Berbagai jenis teknologi dapat diterima dan dipergunakan secara merata oleh petani dari berbagai kategori luas usaha tani. Bahkan dalam hal intesitasnya petani berlahan sempit lebih intensif dalam menggunakan teknologi dibanding petani berlahan luas.
Penelitian ini juga menemukan, bahwa kendati persebaran teknologi bersifat netral skala tapi hasilnya menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi tetap saja terjadi. Ini terbukti dari kenyataan bahwa struktur pemilikan dan penguasaan sawah di desa penelitian mengalami polarisasi yang memperlihatkan ketimpangan yang cukup tajam. Hal ini dijelaskan sebagai konsekuensi logis dari menigkatnya surplus produksi dan terjadinya penyesuaian-penyesuaian struktural sebagai akibat dari perluasan pemakaian teknologi pertanian modern.
Konsolidasi tanah pertanian semula bertumpu dari perbedaan penguasaan sawah yang tak bisa dielakkan di antara anggota masyarakat desa sehingga berpengaruh pada perbedaan pendapatan ekonomi rumahtangga. Meningkatnya pendapatan kemudian menciptakan surplus ekonomi yang akan membawa perubahan gaya hidup  dan menumbuhkan mobilitas status yang kemudian menjadi dasar bagi terbentuknya pelapisan sosial yang baru. Peningkatan pendapatan ekonomi dapat pula menjadi sarana efektif untuk memperoleh kekuasaan.
Penelitian ini menemukan bahwa sarana ekonomi seseorang dapat digunakan untuk memperoleh kesempatan duduk dalam lembaga birokrasi desa. Disini lembaga birokrasi desa telah dijadikan arena oleh kelompok-kelompok ekonomi kaya untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Pelaksanaan program pembangunan  pertanian  yang   bertumpu  pada  jalur kepemimpinan formal sangat memungkinkan tumbuh suburnya aliansi birokrasi dengan kelas ekonomi.
Berbagai Pergeseran Pekerjaan
Sumber ekonomi luar pertanian dapat menjadi tumpuan atau katub penyelamat bagi kelompok petani miskin yang telah tergeser dari pertanian sehingga bisa mencegah terjadinya polarisasi sosial. Kebijakan pemerintah membangun sektor non pertanian di pedesaan dan berkembangnya kegiatan perdagangan di pedesaan telah menumbuhkan sumber-sumber ekonomi baru bagi masyarakat desa.
Pergeseran pekerjaan ke luar pertanian itu sangatlah ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial ekonomi yang dibawa dari sector pertanian. Pola pergeseran pekerjaan yang berbeda bersumber dari arti pentingnya penguasaan seseorang atas kekuasaan ekonomi dalam masyarakat. Perbedaan penguasaan sumber ekonomi akan menentukan tinggi rendahnya kemampuan mengendalikan dan menguasai sumber ekonomi dalam pasar, yang selanjutnya menimbulkan perbedaan penguasaan sumber ekonomi luar pertanian. (Octavia Arum B.L / 155040100111020)
Pertanyaan Diskusi

1
Dimensi apa saja (cultural, structural, interaksional) yang mengalami perubahan  karena pembangunan pertanian (revolusi hijau)?.Jelaskan!
2
Bagaimana proses perubahan masyarakat desa terjadi karena factor pembangunan pertanian (revolusi hijau)? Uraikan  secara sistematis dan jelas.
3
Bagaimana arah perubahan social yang terjadi akibat pembangunan pertanian (revolusi hijau) tersebut? Uraikan  secara sistematis dan jelas.
4
    
Sebutkan dan jelaskan dampak positif dan negative dari pembangunan pertanian (revolusi hijau) tersebut.
Jawab
Jawaban no 1 (Slamet Raharjo Saputro / 155040100111017)
Ø     Kulturalnya berupa perubahan kemajuan dalam bidang pertanian seperti bibit unggul, pestisida dan pupuk kimia. Kemajuan teknologi juga membawa perubahan alat-alat pertanian seperti alat perontok padi.
Ø     Strukturalnya berupa perubahan pelapisan sosial yang diakibatkan oleh perubahan gaya hidup seseorang karena meningkatnya pendapatan yang disebabkan oleh kemajuan teknologi.
Ø     Interaksional berupa pengaruh birokrasi di suatu desa tersebut dalam pengangkatan atau pencalonan seorang pemimpin.

Jawaban nomor 2 (Andri Saputro / 155040100111016)
Dengan adanya pembangunan pertanian revolusi hijau yang telah mendorong kemajuan teknologi lewatb birokrasi dan kapitalisasi, seketika membawa pengaruh yang dapat dirasakan petani. Dari segi alat dan benih yang digunakan dalam pertanian sudah modern atau maju sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Dari kenaikan pendapatan tersebeut mempengaruhi gaya hidup lalu mempengaruhi pelapisan sosial di dalam masyarakat. Perkara yang ada di masyarakat ada juga yang berbentuk konsolidasi lahan sawah.

Jawaban nomor 3
(Andri Saputro / 155040100111016)
Dimulai dari semakin merasuknya proses birokratisasi dan kapitalisasi produksi pertanian ke dalam masyarakat desa. program-program pembangunan pertanian selama ini secara penuh disalurkan lewat jalur kelembagaan birokrasi desa dan kapitalisasi produksi pertanian ke dalam masyarakat desa dan di bawah pengawasan serta kendali langsung dari pemimpin formal desa. Akibatnya meskipun jalur birokrasi itu secara efektif dapat bekerja cepat menyebarluaskan pemakaian teknologi tetapi tidak bisa dihindari kemajuan ekonomi yang ditimbulkannya  telah menciptakan konsolidasi struktural sehingga lambat laun mempertajam kesenjangan masyarakat desa.

Jawaban nomor 4 (Slamet Raharjo Saputro / 155040100111017)
Ø  Dampak positifnya berupa mudahnya pengawasan dan pengontrolan yang sentral, menambah penghasilan atau pendapatan dengan adanya program-program itu, dan adanya alat-alat ,modern dapat membantu pertanian,
Ø  Dampak negatifnya berupa adanya kesenjangan dalam ekonomi, adanya kosnolidasi structural dan juga dapat membentuk pelapisan dalam masyarakat.

 













Tidak ada komentar:

Posting Komentar